Senin, 19 Maret 2018

Teori Kontingensi dalam Public Relations



(Studi Kasus : Jual Beli Ginjal di RSSA Malang)

Dosen Pengampu : Rachmat Kriyantono, Ph.D.

Disusun oleh:
Bunga Sani Luhur P.  (155120201111066)
Kevin Yolandri (165120201111084)

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Deskripsi Kasus
Rumah Sakit Saiful Anwar atau dapat disebut RSSA merupakan rumah sakit milik pemerintah Kota Malang yang menjadi salah satu rumah sakit rujukan masyarakat di Jawa Timur. Pada bulan Desember 2017 lalu, kepolisian Kota Malang menerima laporan adanya dugaan praktik transplantasi organ tubuh secara ilegal di rumah sakit tersebut. Kasus ini terjadi pada 25 Febuari 2017, seorang wanita bernama Ita Diana, warga Jalan Wukir Gg. 10 RT 2/RW 3, Kelurahan Temas, Kota Batu, melakukan transplantasi ginjal di Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar, Kota Malang. Ita merupakan seorang wanita yang saat itu sedang terbelit hutang yang cukup besar, yakni Rp 350 juta kepada koperasi lantaran bisnisnya bangkrut dan tidak tahu cara untuk melunasi hutangnya. Suatu ketika, Ita ditemui oleh seseorang yang menawarkan dirinya sebuah kesempatan untuk melunasi hutangnya, yakni dengan menjual salah satu organ tubuhnya, yaitu ginjal. Ita dikenalkan dengan salah satu pasien yang bernama Erwin Susilo oleh Ketua Tim dokter transplantasi, Dr Atma Gunawan. Sebelum transplantasi dilakukan, pihak pendonor, yakni Ita Diana melakukan perjanjian kepada pihak penerima donor. Adapun perjanjiannya adalah pihak penerima donor, yaitu Erwin Susilo akan melunasi hutang Ita Diana sebesar jumlah nominal beban hutang yang dimiliki. Namun, dalam perjanjian ini, tidak disertakan bukti perjanjian diatas kertas, dan pihak pendonor tidak dimintai surat persetujuan keluarga. Hal ini menjadi sejalan dengan peraturan yang tertulis pada UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, ditegaskan dalam Pasal 64 ayat (3) UU 36/2009 menyebutkan bahwa organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun. Seiring berjalannya waktu pasca operasi transplantasi tersebut, pihak Erwin Susilo hanya memberikan uang sebesar Rp 74 juta dari nominal yang telah disepakati dalam perjanjian di awal. Hal ini mengakibatkan penuntutan hak oleh Ita Diana kepada beberapa pihak atas transaksi organ tersebut.
Peristiwa yang dialami oleh Ita Diana rupanya membuat citra dari Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar menjadi buruk. Dalam situasi ini, RS. Saiful Anwar diduga meyanggupi permintaan konsumen untuk melakukan praktik jual beli organ tubuh yang seharusnya tidak diperkenankan untuk dilakukan oleh sebuah instansi kesehatan. Menurut data yang diperoleh, Rumah Sakit Saiful Anwar sudah melakukan transplantasi ginjal yang ke tujuh belas. Transplantasi ginjal adalah persoalan Internasional dengan daftar tunggu skala besar yang juga dipicu oleh pendonor yang sulit. Dalam kasus ini, pihak rumah sakit menuturkan bahwa pelaksanaan transplantasi yang dilakukan oleh Ita
Diana sudah sesuai dengan prosedur rumah sakit. Dr Atma Gunawan, Sp.pd (kgh), ketua tim transplantasi ginjal rumah sakit Syaiful Anwar Malang, menjelaskan bahwa “Legalnya apa yang disepakati kedua belah pihak, menjadi dasar kami. Sesuatu yang diluar itu, kami tidak tahu dan kami tidak bertanggung jawab. Apa yang terjadi sekarang ini, kami tahu setelah sepuluh bulan terjadi proses transplantasi ginjal,” tegasnya.
Adapun kronologi kejadian adalah sebagai berikut :
Waktu
Keterangan
Awal Februari 2017
Ita Diana bertemu dengan seorang dokter di RS Saiful Anwar yang menawarkan solusi atas permasalahannya.
17 – 24 Februari 2017
Ita Diana diinapkan pada salah satu penginapan di dekat lokasi RS Saiful Anwar dan diberi uang Rp 75.000,-/hari oleh keluarga Erwin Susilo.
25 Februari 2017
Ita Diana melakukan operasi transplantasi ginjal di RS Saiful Anwar yang ditangani oleh Dr Rifai dan Dr Atma Gunawan.
Selanjutnya, Ita menerima uang sebesar 50 juta dan 24 juta dari keluarga Erwin Susilo.
April 2017
Ita mendapatkan uang sebesar Rp 2,5 juta dan 1,5 juta dari keluarga Erwin Susilo.
Desember 2017
Ita Diana melaporkan adanya dugaan transplantasi illegal.
22 Desember 2017
Pihak RS Saiful Anwar menggelar konferensi pers
Januari 2018
Pihak kepolisian melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait guna penyelidikan lebih lanjut.

1.2  IDENTIFIKASI PERMASALAHAN
Ita Diana merupakan seorang pasien yang mendonorkan ginjalnya kepada seorang pria bernama Erwin Susilo di Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar, Kota Malang. Melalui penuturan Ita, yang kami dapatkan da ri wawancara dengan liputan6.com, ia menjelaskan bahwa dirinya mendapatkan tawaran dari seorang dokter bernama Dr. Rifai untuk melakukan transplantasi ginjal guna menyelesaikan hutang hutangnya yang telah menumpuk di koperasi. Melihat hal tersebut, ita merasa mendapatkan peluang untuk melunasi hutangnya yang sudah kian menumpuk dan membebani dirinya. Akhirnya, ita bersedia untuk melakukan transplantasi ginjal miliknya kepada Bapak Erwin Susilo.
Permasalahan tidak berakhir sampai disitu, seperti yang dijelaskan oleh Zainul Arifin (2017), reporter liputan6.com¸ Ita yang telah merelakan organnya untuk diberikan pada Erwin tidak mendapatkan hak yang seharusnya ia peroleh secara utuh dari transaksi tersebut. Ita yang posisinya sebagai pendonor baru menerima uang sebesar 70 juta dari total 350 juta yang seharusnya dibayarkan. Menurut Ita, Erwin yang merupakan penerima ginjal berjanji akan melunasi semua hutangnya secara berkala selepas proses transplantasi berlangsung, namun yang terjadi tidak demikian. Ita menjelaskan bahwa selepas operasi transplantasi tersebut, pihak Erwin hanya melunasi hutang-hutangnya tidak sampai 10 juta dari sisa hutangnya yang masih berjumlah 280 juta.
Ita yang sebelumnya diajak oleh Dr. Rifai mencoba untuk bertanya kepada dokter tersebut atas peristiwa yang ia alami. Namun, Dr. Rifai tidak menunjukan sikap yang baik dan meminta Ita untuk merelakan sejumlah hak yang seharusnya ia peroleh. Merasa putus asa, Ita akhirnya melaporkan kasus ini kepada pihak yang berwenang.
Kasus yang dialami Ita langsung mendapatkan perhatian dari pihak Kepolisian, organisasi kesehatan, serta beberapa media setempat. Prijo Sidipratomo, Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), menjelaskan bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar telah melakukan kesalahan yang cukup besar. Menurutnya, RS. Saiful Anwar telah lalai dalam mengawasi praktik transplantasi organ tubuh manusia yang seharusnya tidak boleh dilakukan apabila hal tersebut merupakan proses yang bersifat jual beli. Projo (2017) mengatakan, “seharusnya tim trasnplantasi organ di rumah sakit tidak hanya memriksa kecocokan antara pendonor dan penerima secara medis saja, melainkan kepada motif dan tujuan pendonor atau penerima dalam melakukan hal tersebut.” (Harian Kompas, 27 Desember 2017)
Sementara itu, pihak humas dari Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar yang mengadakan konferensi pers dengan turut mengundang Dr. Rifai, Dr. Atma Gunawan dan beberapa orang yang bersinggungan dengan kasus ini menyampaikan hal yang cukup berbeda dengan keterangan yang disampaikan oleh Ita. Berdasarkan sumber yang kami terima dari suryamalang.tribunnews.com, Dr. Rifai mengatakan bahwa Ita yang datang sendiri dan memperkenalkan diri menjadi donor transplantasi ginjal. Dr. Rifai menjelaskan bahwa Ita menyatakan secara ikhlas untuk kepentingan kemanusiaan setelah itu pihak RS. Saiful Anwar kemudian baru mencatat nama, nomer telepon dan golongan darah Ita Diana.
Sependapat dengan yang disampaikan oleh Dr. Rifai, Dr. Atma yang merupakan dokter perawat pasca operasi turut menjelaskan bahwa pihak rumah sakit tidak mengetahui identitas dari Ita sebelumnya. Dr. Atma menambahkan bahwa dirinya hanya mendapatkan tugas untuk menjadi dokter dari saudari Ita, sedangkan untuk praktik jual beli biasanya terjadi diluar kewenangan pihak rumah sakit.
Hingga saat ini, persoalan jual beli organ tubuh yang menimpa Ita Diana serta Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar belum kunjung selesai. Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar selaku penyelenggara dari kasus tersebut masih melakukan audit yang mendalam bersama kepolisian agar kasus yang dialami oleh Ita dapat cepat selesai dan tidak terjadi lagi kasus kasus yang serupa.



BAB 2
ANALISIS KASUS
Teori contingency of accommodation in public relations (CA) merupakan sebuah pengembangan teori atas kritik dari model two-way symmetric yang muncul dari teori excellence in public relations (Kriyantono, 2014, h.120). Menurut Fwakes (2004), Grunig dan Hunt (1984), Harrison (2009), dan Wehmeier (2009) (dikutip di Kriyantono, 2014, h.120), Model two-way symmetric merupakan sebuah dialog penuh antara sebuah organisasi dengan publiknya yang memiliki fokus pada upaya membangun hubungan serta pemahaman bersama, bukan bersifat mempersuasi public dengan berbagai cara. Disini, organisasi memandang publik sebagai bukan sebatas ‘penerima’ yang bersifat pasif melainkan public turut mendapatkan peran sebagai ‘sumber’. Hal inilah yang membuat model two-way symmetric sulit menentukan siapakah penerima dan sumber dari hubungan dialogis antara organisasi dan publiknya.
Seperti yang telah dijelaskan, teori contingency of accommodation in public relations memiliki sifat yang bertolak belakang model two-way symmetric. Kriyantono (2014) menjelaskan bahwa teori contingency of accommodation in public relation berpendapat bahwa praktik public relations harus bergerak pada suatu kontinum (representasi dari kemungkinan sifat organisasi terhadap publiknya) antara advokasi total bagi organisasi atau klien dan akomodasi total bagi publiknya. Yang dimaksud dengan advokasi total adalah pemenuhan kebutuhan satu pihak dimana akan mengurangi pemenuhan kebutuhan pihak lainnya. Jadi, advokasi akan memenuhi kebutuhan organisasi namun akan mengurangi kebutuhan publik, dan begitu pula sebaliknya. Sedangkan akomodasi lebih menekankan kepada pemenuhan kebutuhan organisasi dan publiknya melalui dialog, negosiasi, dan kompromi (Kriyantono, 2014, h.120).
Kasus Ita Diana merupakan salah satu bentuk crisis dari sebuah perusahaan atau instansi yang berbentuk kesehatan. Dalam kasus tersebut, kami melihat bahwa adanya upaya yang dilakukan oleh public relations dari Rumah Sakit Saiful Anwar dalam mengatasi kasus tersebut, salah satunya menggunakan teori contingency of accommodation in public relations. Hal ini karena public relations Rumah Sakit Saiful Anwar dihadapkan ke dalam dua permasalahan dimana tidak bisa menguntungkan kedua pihak ataupun merugikan kedua pihak seperti yang dipaparkan dalam teori contingency of accommodation in public relations.
Dalam teori contingency of accommodation in public relations seorang praktisi public relations akan dihadapkan pada kontinum antara advokasi total yang bersifat murni bagi organisasi atau klien dan akomodasi total yang bersifat murni bagi publiknya (Kriyantono, 2014, h.120). Seperti yang dijelaskan sebelumnya, advokasi yang seharusnya dilaksanakan oleh public relations adalah memihak kepada salah satu pihak, baik itu pihak Ita Diana selaku korban maupun RS. Saiful Anwar yang citranya sudah buruk akibat kasus tersebut. Sedangkan akomodasi yang dimaksudkan disini ialah public relations RS. Saiful Anwar seharusnya berusaha untuk memberikan pemenuhan atas komplain yang diberikan oleh Ita Diana selaku korban dan juga penyelesaian kasus untuk mengembalikan citra RS. Saiful Anwar.
Hal yang dilakukan oleh public relations Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar tentunya tidak demikian. Public relations dari rumah sakit tersebut berupaya untuk berada di antara advokasi dan akomodasi yang merupakan bentuk dari teori contingency of accommodation in public relations. Seperti yang disampaikan oleh Kriyantono (2014, h.123), bahwa “sikap atau posisi seorang praktisi public relations pada kontinum harus dapat bersifat dinamis dan bergantung paa perubahan situasi yang terjadi.” Dalam suatu peristiwa, public relations RS. Saiful Anwar berusaha untuk menyesuaikan diri pada situasi yang terjadi. Praktisi public relations RS. Saiful Anwar berusaha untuk memenangkan atau tidak memenangkan salah satu ataupun kedua belah pihak.
Seperti yang telah dijelaskan diatas, pelaksanaan teori contingency of accommodation in public relations berada pada kontinum diantara akomodasi dan advokasi. Lalu bagaimana menentukan jelasnya posisi dari seorang praktisi public relations tersebut? Berdasarkan literature yang kami baca, perubahan situasi yang dalam teori contingency of accommodation in public relations ditentukan oleh variable internal dan variable eksternal yang mempengaruhi sikap atau pendirian (stance) terhadap publik tertentu pada lingkup waktu tertentu (Kriyantono, 2014, h.123).
Kami mencoba memisakan kedua variable yang menentukan sikap dari RS. Saiful Anwar dalam mengatasi permasalahan tersebut. Adapun variable internal dalam kasus ini adalah:
1.      Berdasarkan karakter perusahaan
-          RS. Saiful Anwar kekurangan personil atau karyawan yang mendalami pemprograman managemen isu.
-          Kurangnya pengalaman yang dimiliki RS. Saiful Anwar dalam mengatasi permasalahan tersebut.

2.      Berdasarkan karakter individu. (tenaga ahli perusahaan)
-          Kurangnya pelatihan tenaga kerja dalam mengatasi isu yang terjadi pada perusahaan tersebut.
-          Minimnya etika yang diterapkan oleh tenaga ahli RS. Saiful Anwar dalam mengatasi problematika jual beli organ tubuh yang dialami oleh Ita Diana.
-          Kurang mampunya tenaga ahli dalam mengenali potensi-potensi masalah yang akan terjadi
-          Adanya kecenderungan untuk bernegosiasi dengan pasien. Baik itu pendonor maupun penerima kasus jual beli organ tersebut.
Sedangkan variable eksternal yang mempengaruhi dan menentukan sikap dari RS. Saiful Anwar dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah:
-          Adanya hukum yang mengatur tentang jual beli organ tubuh manusia, yakni UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yakni Pasal 64 ayat (3).
-          Banyaknya dukungan masyarakat kepada Ita agar kasusnya lebih cepat selesai.
-          Kuasa hukum Ita yang menuntut kejelasan pihak RS. Saiful Anwar atas kasus tersebut.
-          Banyaknya media dan masyarakat yang menanti akhir kasus tersebut.
Setelah melihat dan mengelompokan beberapa variable yang menentukan sikap public relations perusahaan tersebut, maka dapat kami tarik beberapa kesimpulan, yakni:
1.      Teori contingency of accommodation in public relations merupakan teori yang menjelaskan bahwa praktisi public relations tidak dapat berpihak kepada organisasi atau terhadap publiknya. Teori ini menjelaskan bahwa seorang praktisi public relations harus dapat bersikap sesuai dengan situasi yang ada tanpa menguntungkan atau merugikan salah satu pihak ataupun kedua pihak sekaligus.
2.      Teori contingency of accommodation in public relations menjelaskan bahwa seorang praktisi public relations harus dapat menentukan sikapnya. Praktisi public relations tersebut akan berdiri di suatu kontinum antara advokasi atau akomodasi. Mereka tidak boleh berdiri di pihak advokasi ataupun akomodasi.
3.      Dalam studi kasus penjualan organ tubuh yang menimpa Ita Diana, citra Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar menjadi buruk. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengawasan sehingga rumah sakit tersebut menjadi tempat terjadinya praktik jual beli organ tubuh.
4.      Praktisi public relations RS. Saiful Anwar yang diwakilkan oleh Bapak Hanief Noelsjadu selaku Wakil Direktur Pelayanan Medik memutuskan untuk menggelar konfrensi pers. Dalam konfrensi tersebut, Bapak Hanief selaku public relations dari RS. Saiful Anwar menegaskan rumah sakit akan bekerjasama dengan kepolisian untuk menyelesaikan kasus tersebut hingga tuntas.
5.      Hal yang dilakukan oleh Bapak Hanief Noelsjadi merupakan salah satu bentuk dari teori contingency of accommodation in public relations. Praktisi public relation berupaya untuk tidak memenangkan salah satu pihak ataupun merugikan salah satu pihak. Praktisi public relations tersebut berupaya untuk menyelesaikan kasus sehingga terdapat kejelasan dan citra Rumah Sakit Saiful Anwar dapat kembali menjadi baik.

REKOMENDASI
Berdasarkan penjelasan kasus diatas, kami merekomendasikan agar public relations dari Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar untuk dapat menyelesaikan kasus tersebut. Public relations rumah sakit tersebut kami nilai sudah benar dalam menentukan pilihan menggunakan teori contingency of accommodation in public relations. Semoga kasus tersebut dapat segera diselesaikan dan tidak merugikan atau mengutungkan salah satu pihak saja.


DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z. (22 Desember 2017). Perjuangan Wanita di Malang Menagih Uang Donor Ginjal. Liputan6.com. Diambil pada 19 Februari 2018, dari http://regional.liputan6.com/read/3203537/perjuangan-wanita-di-malang-menagih-uang-donor-ginjal.
Arifin, Z. (22 Desember 2017). Donor Ginjal atas Tawaran Dokter. Liputan6.com. Diambil pada 19 Februari 2018, dari http://regional.liputan6.com/read/3203537/perjuangan-wanita-di-malang-menagih-uang-donor-ginjal.
Arifin, Z. (22 Desember 2017). Dugaan Jual Beli Organ Tubuh. Liputan6.com. Diambil pada 19 Februari 2018, dari http://regional.liputan6.com/read/3203537/perjuangan-wanita-di-malang-menagih-uang-donor-ginja.
A.D.H (27 December 2017). Praktik Jual Beli Organ Dilarang UU Kesehatan. Harian Kompas. Diambil pada 19 Februari 2018, dari https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20171227/281818579201820.
Kriyantono, R., Ph.D. (2014). Teori-Teori Public Relations Perspektif Barat dan Lokal. Jakarta, Indonesia: Kencana.
Widyawati, S. (22 Desember 2017). RSSA Kota Malang Lakukan Audit Internal Sikapi Kasus Transplantasi Ginjal. SuryaMalang.com. Diambil pada 19 Februari 2018, dari http://suryamalang.tribunnews.com/2017/12/22/rssa-kota-malang-lakukan-audit-internal-sikapi-kasus-transplantasi-ginjal.

Saputra, H (19 Desember 2017). Terdesak Utang, Begini Kronologis Penjualan Ginjal yang Dilakukan Wanita Malang Ini. MalangTimes.com. Diambil pada 19 Februari 2018 dari http://m.malangtimes.com/baca/23435/20171219/205608/terdesak-utang-begini-kronologis-penjualan-ginjal-yang-dilakukan-wanita-malang-ini/

http://hukrim.memontum.com/6550-17-kali-transplantasi-ginjal-rssa-pasti-sesuai-prosedur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ANALISIS KASUS DALAM TEORI PR

ANALISIS KASUS DENGAN MENGGUNAKAN TEORI-TEORI PUBLIC RELATIONS Oleh : Bunga Sani Luhur Pangestu Kasus 1   Badrun adalah mahasisw...